JAKARTA - Hingga kini, 8.018 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) telah resmi beroperasi di seluruh Indonesia. Jumlah ini mengalami peningkatan 565 unit dibandingkan data per 8 September 2025. SPPG kini mencakup 38 provinsi, 509 kabupaten, dan 7.022 kecamatan, kata Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana.
Dadan menuturkan, capaian ini menunjukkan progres positif dalam distribusi pelayanan gizi di Indonesia. “Alhamdulillah, hari ini sudah tercatat 8.018 SPPG yang beroperasi. Ini bertambah sekitar 565 dibandingkan data per tanggal 8 September minggu lalu, mencakup 38 provinsi, 509 kabupaten, dan 7.022 kecamatan,” ujarnya.
Meski capaian meningkat, Dadan mengakui masih ada lima kabupaten yang belum terjangkau Program Makanan Bergizi Gratis (MBG), yaitu Pegunungan Arfak, Papua Barat; Sumba Tengah, NTT; Maibarat dan Tamraw, Papua Barat Daya; serta Mahakam Ulu, Kaltim.
Menurut Dadan, setiap SPPG merupakan instrumen penting dalam penyerapan anggaran. Setiap unit mampu menyerap Rp 900 juta hingga Rp 1 miliar per bulan. “Inilah alasan mengapa SPPG sangat penting. Penyerapan anggaran pada tanggal 8 September baru Rp 13,2 miliar, sekarang meningkat menjadi Rp 15,7 miliar,” jelasnya.
Selain itu, terdapat 12.897 SPPG berstatus potensi bakal beroperasional dan 9.632 sedang diverifikasi. Peningkatan ini didorong kebijakan follow back atau reset, di mana sekitar 5.000 SPPG yang sebelumnya berstatus persiapan dikembalikan ke tahap pengajuan.
“Kami sedang melakukan sinkronisasi data sehingga totalnya akan dibuka kembali pada 20 September. Tinggal lima hari lagi, kami memastikan mitra-mitra yang serius bekerja atau sekadar booking titik. Data ini akan diumumkan kembali pada 20 September untuk setiap kecamatan di seluruh Indonesia,” ujar Dadan.
Anggaran BGN Tahun Depan
Dalam rapat dengan Komisi IX DPR, total anggaran BGN tahun depan ditetapkan sebesar Rp 268 triliun, meningkat Rp 50,1 triliun dibanding pagu indikatif sebelumnya Rp 217,8 triliun.
Dana tersebut dialokasikan untuk MBG anak sekolah senilai Rp 34,49 triliun dan bantuan untuk ibu hamil, ibu menyusui, serta anak balita sebesar Rp 3,18 triliun.
Selain itu, terdapat alokasi tambahan untuk belanja pegawai ASN Rp 3,9 triliun, digitalisasi MBG Rp 3,1 triliun, serta promosi, edukasi, kerja sama, dan pemberdayaan masyarakat sebesar Rp 280 miliar.
Dadan juga menyebutkan Rp 700 miliar untuk pemantauan dan pengawasan oleh BPOM, serta Rp 412,5 miliar untuk sistem dan tata kelola, termasuk pemanfaatan data status gizi oleh Kemenkes dan BPS.
Kebutuhan koordinasi penyediaan dan penyaluran, termasuk gaji akuntan, ahli gizi, dan pelatihan penjamah makanan di SPPG, dialokasikan Rp 3,8 triliun.
Secara klasifikasi, 95,4% anggaran atau Rp 255,5 triliun difokuskan untuk program pemenuhan gizi nasional, sedangkan 4,6% atau Rp 12,4 triliun untuk dukungan manajemen.
Berdasarkan fungsi, 83,4% anggaran dialokasikan ke pendidikan senilai Rp 223,5 triliun, 9,2% untuk kesehatan Rp 24,7 triliun, dan 7,4% untuk ekonomi Rp 19,7 triliun.
Dari sisi belanja, 97,7% merupakan belanja barang, 1,4% belanja pegawai, dan 0,9% belanja modal. “Jika dikategorikan berbasis operasional dan non-operasional, 2,9% operasional, sementara 97,1% non-operasional,” terang Dadan.
Peningkatan jumlah SPPG tidak hanya menjadi indikator capaian BGN, tetapi juga bukti komitmen pemerintah dalam memastikan akses gizi dan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Dengan tambahan anggaran tahun depan, kualitas layanan di setiap SPPG diharapkan meningkat, menjangkau lebih banyak wilayah, dan memaksimalkan pemenuhan gizi masyarakat.
Dadan menegaskan keberhasilan SPPG bergantung pada koordinasi mitra, pemantauan, dan integrasi data. Sinkronisasi data menjadi kunci efektivitas program, memastikan anggaran terserap sesuai kebutuhan dan tepat sasaran.
Program SPPG mendukung kebijakan nasional untuk pengentasan stunting, pemenuhan gizi anak sekolah, dan pemberdayaan ibu hamil serta menyusui, sehingga manfaatnya dirasakan luas.
Dengan digitalisasi MBG, distribusi gizi lebih transparan, terpantau, dan efisien, mendukung tujuan BGN membangun generasi sehat dan produktif.
Keberadaan 8.018 SPPG yang sudah beroperasi memberikan dampak langsung terhadap penyaluran bantuan gizi di seluruh Indonesia.
Dengan pengawasan ketat dan anggaran memadai, program ini diharapkan menjadi salah satu tonggak penting bagi peningkatan kualitas gizi nasional, sekaligus menunjang pembangunan sumber daya manusia yang unggul.
Dadan menekankan bahwa seluruh langkah ini merupakan upaya strategis BGN untuk menjamin kesehatan dan gizi masyarakat, terutama anak-anak dan ibu, serta memperkuat sistem pelayanan gizi berbasis SPPG di seluruh wilayah Indonesia.